Ahlu al-Taufiq
Ahlu al- Taufiq
(Muhammad Rusnadi, S.Ag.)
Apa itu Taufiq?
Al-Taufiq adalah sesuatu yang datangnya dari Allah SWT berupa
pertolongan, dalam rangka mendekatkan dan memudahkan kita menjalankan
perintahNya dan terjauh dari laranganNya. Sebagaimana firman Allah SWT. “ Dan
tidak ada taufiq bagiku melainkan dengan
(pertolongan) Allah’ (al Hud:88). Maka dari itu dibawah terdapat tiga
ciri-ciri orang yang mendaptkan taufiq yang dipetik laangsung dari nasehat
Syeikh ‘Alaa Musthofa Naimah.
Tiga ciri-ciri orang yang mendapatkan taufiq:
1.
Al-Wuqu’ fi al-thoah ma’a ’adam al-ist’idad laha
Contohnya: pelajar Indonesia yang
datang ke Mesir untuk menuntut ilmu dengan niat berkuliah saja, tetapi Allah
SWT memudahkan dan memberikannya nikmat tidak hanya kuliah saja, melainkan
diberikan bonus dengan sesuatu yang lain. Seperti mengenal masyayaikh al-azhar
dan akhirnya ber-muzalamah kepada belia dengan berbagai cabang ilmu. Padahal pada
niat awal kita bisa jadi hanya fokus kuliah di jurusan Ushul al-din, tetapi dari
beliau kita belajar ilmu Ushul al-fiqh, faraidh, syariah al-islamiyyah
dan lain sebagainya dans esuatu laiinya yang tidak kita rencanakan di awal.
Maka orang yang ahlu al-taufiq akan dimudahkan selalu oleh Allah urusan
ketaatannya dengan cara yang tidak disangka-sangka. Ketika mereka niat
mengikuti majelis ilmu yang tidak dia duga sebelumnya. Begitu juga dengan
bertambahnya kebaikan lainnya seperti dimudahkan dalam menghafal al-Quran
dimudahkan dalam mendapatkan rizki, semua ini adalah satu ciri dari al-taufiq.
2.
Al- salamah min al-ma’siyyah ma’a al-isti’dad laha
Contohnya: sering sekali kita pergi
ke suatu tempat dengan niat ingin bermaksiat, ketika dijalan kita bertemu
dengan seorang teman yang hendak pergi menunaikan shalat ashar, kemudian
mengajak kita pergi bersama ke mesjid. Walaupun niat kita adalah untuk
bermaksiat, tetapi Allah SWT mempertemukan kita dengan orang Sholeh yang
merubah niat kita dari maksiat menjadi ketaatan. Inilah makna dari Al- salama
min al-ma’siyyah ma’a al-isti’dad laha. Ketika kita sudah siap
melakukan maksiat, tetapi Allah SWT menjaga kita sehingga terhindar dari
perbuatan maksiat , Alhamdulillah.
3.
Mukholafah al-nafs wal hawa
Hawa nafsu adalah desakan ahti dan
keinginan keras seseorang untuk menuruti kemauannya. Pada dasarnya semua
manusia memiliki hawa nafsu, karena sifat ini merupakan fitrah dan kelebihan
kita sebagai manusia, tetapi banyak disekitar kita yang belum bisa
mengendalikannya.
Sebagai contoh pada zaman khalifah
Umar bin Khattab datang kepada beliau sebuah berita, yakni seorang laki-laki
Yahudi telah memberitakan kepada orang-orang dengan sesuatu yang ghaib. Terkejutlah
bagaimana dia mengetahui hal yang ghaib? Maka, pergilah Khalifah Umar untuk
membuktikan langsung berita itu, diketuklah pintu rumah orang Yagudi tersebut,
lalu orang itu menjawab dari dalam rumahnya, “ masuklah wahai Umar!”
terkejutlah Khalifah Umar dan berkata “ bagaiman akamu mengetahui bahwa saya
yang berdiri didepan pintu? Bagaimana kamu mengetahui sesuati yang ghaib?”. Orang
Yahudi itui menjawab:” Wahai Umar, wahai amir al-mu’minin, saya mengetahui
sesuatu yang ghaib lewat sebuah kebiasaan yang saya buat”. Bertanya khalifah
Umar r.a. “ kebiasaan apa yang sering kamu lakukan? “orang Yahudi itu menjawab.
“Menjaga hawa Nafsu”.
Manusia ketika menahan nafsunya
untuk hal yang mubah (yahrim nafsahu fi al-mubah) maka nafsu tidak akan
mempu mempengaruhi untuk melakukan sesuatu yang haram, bahkan makruh sekalipun;
setidaknya nafsu hanya akan menggoda kita kepada sesuatu yang mubah. Wallahu
yahdinaa ila shiraatn sawiyya.
UNIDA Gontor, 31 Januari 2018
silahkan berkomentar dan beri masukan yang positif
BalasHapus