RUQYAH SYAR'IYYAH
RUQYAH SYAR’IYYAH
Pengertian Ruqyah
Ruqyah secara bahasa adalah jampi-jampi atau mantera. Ruqyah secara
syar'i ( Ruqyah Syar'iyah ) adalah jampi-jampi atau mantera yang dibacakan oleh
seseorang untuk mengobati penyakit atau menghilangkan gangguan jin atau sihir
atau untuk perlindungan dan sebagainya. Dengan hanya menggunakan ayat-ayat
Al-Quran dan doa-doa yang bersumber dari hadiths-hadiths Rasulullah SAW yang
dapat difahami maknanya selama tidak mengandungi unsur kesyirikan.
Ruqyah Secara Umum Terbagi menjadi 2:
Pertama : Ruqyah yang diperbolehkan oleh
syari'at Islam yaitu disebut Ruqyah Syar'iyah.
Kedua : Ruqyah yang tidak dibenarkan oleh
syari'at Islam, iaitu Ruqyah dengan menggunakan bahasa-bahasa yang tidak
difahami maknanya atau Ruqyah yang mengandungi unsur-unsur kesyirikan.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Perlihatkan
kepadaku ruqyah kalian, dan tidak apa-apa melakukan ruqyah selama tidak ada
unsur syirik."
( HR. Muslim )
Syarat Ruqyah Syar'iyah
Para ulama sepakat membolehkan Ruqyah dengan tiga syarat ;
1.
Dengan
mempergunakan firman Allah ( ayat-ayat Al-Quran ) atau nama-nama dan
sifat-sifat-Nya.
2.
Mempergunakan
Bahasa Arab atau bahasa yang dapat difahami maknanya.
3.
Berkeyakinan
bahwa zat Ruqyah tidak berpengaruh apa-apa kecuali atas izin Allah SWT.
Ketentuan Meruqyah
Tatkala
melakukan Ruqyah hendaknya diperhatikan ketentuan berikut ;
1.
Ruqyah
tidak mengandungi unsur kesyirikan.
2.
Ruqyah
tidak mengandungi unsur sihir.
3.
Ruqyah
bukan berasal dari dukun, paranormal, tukang tenung dan orang-orang yang
segolongan dengan mereka, walaupun secara zahir mereka memakai sarban, jubah
dan sebagainya. Kerana bukan penampilan yang menjamin seseorang itu terbebas
dari perdukunan, sihir dan kesyirikan.
4.
Ruqyah
tidak mempergunakan ungkapan yang tidak bermakna atau tidak difahami maknanya,
seperti tulisan abjad atau tulisan yang tidak difahami.
5.
Ruqyah
tidak dengan cara yang diharamkan seperti dalam keadaan junub, di kuburan, di
kamar mandi, di bilik yang gelap dan sebagainya.
6.
Ruqyah
tidak mempergunakan ungkapan yang diharamkan, seperti celaan, cacian, laknat
dan lain-lainnya.
Keutamaan Al
Quran dan Sunnah Rasulullah
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang tidak menurunkan
suatu penyakit kecuali Dia menurunkan juga ubat penawarnya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Setiap
penyakit ada ubat penawarnya dan apabila suatu ubat itu sesuai dengan jenis
penyakitnya, maka penyakit itu akan sembuh dengan izin Allah." ( HR. Muslim )
Dan yakinlah bahwa tidak ada yang mampu menyembuhkan sesuatu
penyakit melainkan hanya Allah SWT. Maka di antara cara yang paling tepat dan
efektif dan mujarab untuk menghilangkan sesuatu penyakit dan menangkal marabahaya
adalah dengan memfungsikan Al-Quran dan As-Sunnah sebagai pengubatan. Al-Quran
telah menjelaskan hal itu secara terang :
Katakanlah, "Al-Quran
itu adalah petunjuk dan penawar." ( QS. Fushshilat : 44 ) "Dan
kami turunkan dari Al-Quran ( ada ) sesuatu yang menjadi ubat penawar dan menjadi
rahmat bagi orang yang beriman." ( QS. Al-Isra' : 82 )
Junjungan kita Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya telah
mencontohkan pengubatan dengan mempergunakan Al-Quran dan doa-doa untuk
mengubati berbagai macam penyakit, baik disebabkan oleh tukang sihir seperti
guna-guna dan lain-lainnya atau disebabkan oleh gangguan jin seperti kerasukan
dan penyakit-penyakit aneh lainnya atau terkena gigitan binatang berbisa
seperti kala-jengking, ular dan sebagainya. Rasulullah SAW juga mempergunakan
ayat-ayat Al-Quran dan doa-doa untuk penjagaan dan perlindungan diri.
Beberapa Alasan Ruqyah Berdasarkan Hadis-hadis Sahih
1.
Nabi
Muhammad SAW meruqyah dirinya sendiri tatkala mau tidur dengan membaca surah
Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Naas lalu beliau tiupkan pada kedua telapak
tangannya, kemudian usapkan ke seluruh tubuh terjangkau oleh kedua tangannya. (HR. Al-Bukhari )
2.
Jabir
Bin Abdullah r.a. berkata, "Seseorang di antara kami disengat kalajenking.
Kemudian Jabir berkata, "Wahai Rasulullah apakah saya boleh meruqyahkannya?
Maka beliau bersabda, "Barangsiapa di antara kalian yang sanggup
memberikan manfaat kepada saudaranya, maka lakukanlah." ( HR. Muslim )
3.
Aisyah
r.a. juga mengatakan, "Rasulullah SAW memerintahkan padaku agar aku minta
ruqyah dari pengaruh 'ain ( mata yang dengki )." ( HR. Muslim )
4.
Dari
Abu Sa'id Al-Khudhri r.a., Jibril mendatangi Nabi SAW, lalu berkata,
"Wahai Muhammad apakah engkau mengeluh rasa sakit?" Beliau menjawab,
"Ya!" Kemudian Jibril ( meruqyahnya ), "Bismillahi arqika, min
kulli syai'in yu'dzika, min syarri kulli nafsin au 'aini hasidin, Allahu
yasyfika, bismillahi arqika" ( "Dengan nam Allah aku meruqyahmu, dari
segala hal yang menyakitimu, dan dari kejahatan segala jiwa manusia atau mata
pendengki, semoga Allah menyembuhkan kamu, dengan nama Allah saya
meruqyahmu") ( HR. Muslim )
5.
Aisyah
r.a. berkata, "Biasanya Rasulullah SAW apabila ada seorang yang mengeluh
rasa sakit, beliau usap orang tersebut dengan tangan kanannya, kemudian berdoa,
"Hilangkanlah penyakit wahai Rabb manusia, sembuhkanlah kerana Engkaulah
pemberi penyembuh, tiada kesembuhan selain kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang
tiada meninggalkan penyakit." ( HR. Muslim )
6.
Uthman
Bin Abil 'Ash r.a. datang menemui Rasulullah SAW mengadukan rasa sakit pada
tubuhnya yang dia rasakan semenjak masuk Islam, kemudianRasulullah SAW berkata,
"Letakkan tanganmu pada tempat yang terasa sakit, kemudian bacalah;
"Bismillahi" ( dengan menyebut nama Allah ) tiga kali, dan bacalah;
"A'uzu billahi wa qudrotihi min syarri ma ajidu wa uhadziru" ( aku
berlindung dengan Allah dan dengan qudrat-Nya dari kejahatan yang aku dapati
dan yang aku hindari ) tujuh kali." ( HR. Muslim )
b TATA CARA MERUQYAH BESERTA BACAANNYA
1. Keyakinan bahwa kesembuhan datang hanya dari Allah.
2. Ruqyah harus dengan Al Qur’an, hadits atau dengan nama dan sifat Allah, dengan bahasa Arab atau bahasa yang dapat dipahami.
3. Mengikhlaskan niat dan menghadapkan diri kepada Allah saat membaca dan berdoa.
4. Membaca Surat Al Fatihah dan meniup anggota tubuh yang sakit. Demikian juga membaca surat Al Falaq, An Naas, Al Ikhlash, Al Kafirun. Dan seluruh Al Qur’an, pada dasarnya dapat digunakan untuk meruqyah. Akan tetapi ayat-ayat yang disebutkan dalil-dalilnya, tentu akan lebih berpengaruh.
5. Menghayati makna yang terkandung dalam bacaan Al Qur’an dan doa yang sedang dibaca.
6. Orang yang meruqyah hendaknya memperdengarkan bacaan ruqyahnya, baik yang berupa ayat Al Qur’an maupun doa-doa dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Supaya penderita belajar dan merasa nyaman bahwa ruqyah yang dibacakan sesuai dengan syariat.
7. Meniup pada tubuh orang yang sakit di tengah-tengah pembacaan ruqyah. Masalah ini, menurut Syaikh Al Utsaimin mengandung kelonggaran. Caranya, dengan tiupan yang lembut tanpa keluar air ludah. ‘Aisyah pernah ditanya tentang tiupan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam meruqyah. Ia menjawab: “Seperti tiupan orang yang makan kismis, tidak ada air ludahnya (yang keluar)”. (HR Muslim, kitab As Salam, 14/182). Atau tiupan tersebut disertai keluarnya sedikit air ludah sebagaimana dijelaskan dalam hadits ‘Alaqah bin Shahhar As Salithi, tatkala ia meruqyah seseorang yang gila, ia mengatakan: “Maka aku membacakan Al Fatihah padanya selama tiga hari, pagi dan sore. Setiap kali aku menyelesaikannya, aku kumpulkan air liurku dan aku ludahkan. Dia seolah-olah lepas dari sebuah ikatan”. [HR Abu Dawud, 4/3901 dan Al Fathu Ar Rabbani, 17/184].
8. Jika meniupkan ke dalam media yang berisi air atau lainnya, tidak masalah. Untuk media yang paling baik ditiup adalah minyak zaitun. Disebutkan dalam hadits Malik bin Rabi’ah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُوْا الزَيْتَ وَ ادَّهِنُوا بِهِ فَإنَهُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَة
“Makanlah minyak zaitun , dan olesi tubuh dengannya. Sebab ia berasal dari tumbuhan yang penuh berkah”.[2]
9. Mengusap orang yang sakit dengan tangan kanan. Ini berdasarkan hadits ‘Aisyah, ia berkata: “Rasulullah, tatkala dihadapkan pada seseorang yang mengeluh kesakitan, Beliau mengusapnya dengan tangan kanan…”. [HR Muslim, Syarah An Nawawi (14/180].
Imam An Nawawi berkata: “Dalam hadits ini terdapat anjuran untuk mengusap orang yang sakit dengan tangan kanan dan mendoakannya. Banyak riwayat yang shahih tentang itu yang telah aku himpun dalam kitab Al Adzkar”. Dan menurut Syaikh Al ‘Utsaimin berkata, tindakan yang dilakukan sebagian orang saat meruqyah dengan memegangi telapak tangan orang yang sakit atau anggota tubuh tertentu untuk dibacakan kepadanya, (maka) tidak ada dasarnya sama sekali.
10. Bagi orang yang meruqyah diri sendiri, letakkan tangan di tempat yang dikeluhkan seraya mengatakan بِسْمِ الله (Bismillah, 3 kali).
أعُوذُ بِالله وَ قُدْرَتِهِ مِنْ شَر مَا أجِدُ وَ أحَاذِرُ
“Aku berlindung kepada Allah dan kekuasaanNya dari setiap kejelekan yang aku jumpai dan aku takuti”.[3]
Dalam riwayat lain disebutkan “Dalam setiap usapan”. Doa tersebut diulangi sampai tujuh kali.
Atau membaca :
بِسْمِ الله أعُوذُ بِعزَِّةِ الله وَ قُدْرَتِهِ مِنْ شَر مَا أجِدُ مِنْ وَجْعِيْ هَذَا
“Aku berlindung kepada keperkasaan Allah dan kekuasaanNya dari setiap kejelekan yang aku jumpai dari rasa sakitku ini”.[4]
Apabila rasa sakit terdapat di seluruh tubuh, caranya dengan meniup dua telapak tangan dan mengusapkan ke wajah si sakit dengan keduanya.[5]
11. Bila penyakit terdapat di salah satu bagian tubuh, kepala, kaki atau tangan misalnya, maka dibacakan pada tempat tersebut. Disebutkan dalam hadits Muhammad bin Hathib Al Jumahi dari ibunya, Ummu Jamil binti Al Jalal, ia berkata: Aku datang bersamamu dari Habasyah. Tatkala engkau telah sampai di Madinah semalam atau dua malam, aku hendak memasak untukmu, tetapi kayu bakar habis. Aku pun keluar untuk mencarinya. Kemudian bejana tersentuh tanganku dan berguling menimpa lenganmu. Maka aku membawamu ke hadapan Nabi. Aku berkata: “Kupertaruhkan engkau dengan ayah dan ibuku, wahai Rasulullah, ini Muhammad bin Hathib”. Beliau meludah di mulutmu dan mengusap kepalamu serta mendoakanmu. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih meludahi kedua tanganmu seraya membaca doa:
أَذْهِبْ الْبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ وَاشْفِ أَنْتَ الشَّافِي لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا
“Hilangkan penyakit ini wahai Penguasa manusia. Sembuhkanlah, Engkau Maha Penyembuh. Tidak ada kesembuhan kecuali penyembuhanMu, obat yang tidak meninggalkan penyakit”[6].
Dia (Ummu Jamil) berkata: “Tidaklah aku berdiri bersamamu dari sisi Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kecuali tanganmu telah sembuh”.
12. Apabila penyakit berada di sekujur badan, atau lokasinya tidak jelas, seperti gila, dada sempit atau keluhan pada mata, maka cara mengobatinya dengan membacakan ruqyah di hadapan penderita. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘laihi wa sallam meruqyah orang yang mengeluhkan rasa sakit. Disebutkan dalam riwayat Ibnu Majah, dari Ubay bin K’ab , ia berkata: “Dia bergegas untuk membawanya dan mendudukkannya di hadapan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa salla,m . Maka aku mendengar Beliau membentenginya (ta’widz) dengan surat Al Fatihah”.[7]
Apakah ruqyah hanya berlaku untuk penyakit-penyakit yang disebutkan dalam nash atau penyakit secara umum? Dalam hadits-hadits yang membicarakan terapi ruqyah, penyakit yang disinggung adalah pengaruh mata yang jahat (‘ain), penyebaran bisa racun (humah) dan penyakit namlah (humah). Berkaitan dengan masalah ini, Imam An Nawawi berkata dalam Syarah Shahih Muslim: “Maksudnya, ruqyah bukan berarti hanya dibolehkan pada tiga penyakit tersebut. Namun maksudnya bahwa Beliau ditanya tentang tiga hal itu, dan Beliau membolehkannya. Andai ditanya tentang yang lain, maka akan mengizinkannya pula. Sebab Beliau sudah memberi isyarat buat selain mereka, dan Beliau pun pernah meruqyah untuk selain tiga keluhan tadi”. (Shahih Muslim, 14/185, kitab As Salam, bab Istihbab Ar Ruqyah Minal ‘Ain Wan Namlah).
Demikian sekilas cara ruqyah. Mudah-mudahan bermanfaat. (Red).
Maraji` :
1. Risalatun Fi Ahkami Ar Ruqa Wa At Tamaim Wa Shifatu Ar Ruqyah Asy Syar’iyyah, karya Abu Mu’adz Muhammad bin Ibrahim. Dikoreksi Syaikh Abdullah bin Abdur Rahman Jibrin.
2. Kaifa Tu’aliju Maridhaka Bi Ar Ruqyah Asy Syar’iyyah, karya Abdullah bin Muhammad As Sadhan, Pengantar Syaikh Abdullah Al Mani’, Dr Abdullah Jibrin, Dr. Nashir Al ‘Aql dan Dr. Muhammad Al Khumayyis, Cet X, Rabi’ul Akhir, Tahun 1426H.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06//Tahun IX/1426H/2005M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Dinukil dari Kaifa Tu’aliju Maridhaka Bi Ar Ruqyah Asy Syar’iyyah, hlm. 41.
[2]. Hadits hasan, Shahihul Jami’ (2/4498).
[3]. HR Muslim, kitab As Salam (14/189).
[4]. Shahihul Jami’, no. 346.
[5]. Fathul Bari (21/323). Cara ini dikatakan oleh Az Zuhri merupakan cara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam meniup.
[6]. Al Fathu Ar Rabbani (17/182) dan Mawaridu Azh Zham-an, no. 1415-1416.
[7]. Al Fathu Ar Rabbani (17/183).
[8]. Namlah adalah luka-luka yang menjalar di sisi badan dan anggota tubuh lainnya
Komentar
Posting Komentar